REHUMANISASI PENDIDIKAN PASCA PANDEMI

Diary Pendidikan, Sabtu, 05 Februari 2022
Oleh:
Dr. Ayatollah Hidayat, M.Pd
Sejatinya puncak dari layanan dan tujuan Pendidikan itu adalah “memanusiakan manusia”. Istilah lain dari memanusiakan manusia juga dikenal dengan istilah insan kamil atau manusia sesungguhnya. Kesadaran tentang menghadirkan manusia yang sesungguhnya inilah yang harusnya menjadi nafas Lembaga Pendidikan dengan layanan yang menggali potensi melalui proses berkelanjutan yang dinamakan dengan belajar. Sayangnya konsep belajar sepanjang hayat telah berubah menjadi belajar sampai di bangku kuliah saja. Demikian juga yang terjadi di layanan pembelajaran di sekolah hanya terbatas pada ruang segi empat yang kemudian banyak praktik yang mereduksi sisi kemanusiaan dengan adanya mall praktik penngajaran. Ruang kelas dengan aneka mata pelajaran menjadi arena pemaksaan untuk mempelajari dan mencekoki anak dengan berbagai konsep-konsep ilmu yang sangat banyak dan tidak berkaitan lansung dengan kehidupan peserta didik.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka dehumanisasi Pendidikan pasca pandemic salah satunya adalah melakukan perubahan pola pengajaran dan pembelajaran dari pedagogic ke andragogic. Jika guru menghadirkan pembelajaran berpola pedagogic di ruang kelas pasca pandemic tentu hanya akan menghasilkan budaya bisu (the cultural of silence). Peserta didik menjadi objek yang harus menuruti apa kemauan guru. Idealnya guru dan siswa merupakan mitra untuk keduanya saling belajar sehingga muncul keharmonisan dan kehangatan dalam belajar sehingga akan muncul semangat saling memanusiakan. Guru yang andragogic tentu akan menekankan pada problem sover sehingga teori yang disampaikan akan menjadi realitas sekaligus menjawab persoalan kehidupan.
Hal lain yang juga penting untuk dilakukan dalam rangka dehumanisasi Pendidikan adalah mengoptimalkan kurikulum local (berbasis kearifan local). Kurikulum local harus diberdayakan dan dimanfaatkan untuk menjadi keunggulan di satuan Pendidikan. Implementasi kurikulum local akan memberikan keunggulan yang dimiliki satuan Pendidikan yang tentu saja akan menjadi branch image yang akan memperkaya keilmuan yang ada sekaligus konservasi terhadap keunikan-keunikan local sekaligus menjadi penyeimbang terhadap arus globalisasi yang semakin liar.
Oleh seluruh stake holder, harus memandang Pendidikan sebagai solusi untuk peserta didik mengenal dirinya, humanis, tidak kerdil, dan reaktif terhadap perubahan yang terjadi terus menerus. Oleh karena itu, pendidik harus menjadi problem solver terhadap permasalahan kehidupan yang dialami. Melalui Lembaga Pendidikan, siswa harus mampu mengenali jati dirinya, menemukan potensi bakat dan minatnya serta dipicu untuk menghayati reaitas kehidupan yang ada untuk kemudian memiliki kemampuan untuk manemukan solusi kehidupan.
Proses pembelajaran harus menemukan makna yang merupakan jantung dari aktivitas pembelajaran kontektual. Guru harus menjadi faslitator untuk siswa dapat menemukan keterkaitan antara teori dan konsep akademis dengan lingkungan kehidupan sehari-hari. Adanya upaya untuk mengaitkan kegiatan pembelajaran dengan kondisi kehidupan akan memberikan manfaat bagi anak sehingga akan menjadi pembelajar sepanjang hayat (long life education). Guru tidak memaksakan teori untuk hanya dihafalkan oleh siswa, namun siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dengan metode yang menyenangkan melalui aktivitas mengalami sendiri dari apa yang dipelajarinya. Guru harus memandang siswa sebagai pembelajar sejati dengan pengakuan pada keunikan dan keragaman setiap individu sehingga sajian pembelajarannya berdiferensiasi. Setiap siswa diberi kesempatan untuk mengelaurkan ide-idenya sendiri, memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang mendukung bakat, minat dan manfaat bagi kehidupannya. Tahapan minimal yang dapat ditempuh oleh guru dalam proses rehumanisasi Pendidikan pasca pandemic minimal guru dapat fokus pada kegiatan pemanasan/apersepsi: dengan penyajian yang memotivasi dan menarik di awal pembelajaran. Tahap ekspolarasi: dimana siswa diberikan kesempatan yang lebih luas untuk perolehan pengalaman yang lebih luas dan dalam, konsolidasi pembelajaran: dengan mendorong siswa untuk mengimplementasikan konsep yang dipelajari, pembentukan sikap dan perilaku: melalui proses internalisasi pengalaman belajar yang diperoleh, dan juga pada aspek penilaian yang semua tahapan tersebut dimaksudkan agar siswa dapat meraih makna belajar untuk rehumanisasi Pendidikan. Terus berkarya untuk Pendidikan yang lebih baik.